FGD Penyusunan Rencana Aksi REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) Prov. Kalteng

Palangka Raya – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (BAPPERIDA) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Rencana Aksi REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis (14/8/2025) di Hotel Best Western Batang Garing, Palangka Raya.

Kepala BAPPERIDA Provinsi Kalimantan Tengah yang juga menjabat sebagai Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Leonard S. Ampung dalam sambutan sekaligus membuka FGD menyampaikan bahwa Kalimantan Tengah memiliki hutan tropis terbesar di Indonesia, sehingga memegang peran strategis dalam upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada sektor Forestry and Other Land Use (FOLU). Salah satu langkah yang ditempuh adalah melalui inisiatif REDD+. “Dokumen Rencana Aksi REDD+ Yurisdiksi (Provinsi atau Sub Nasional) yang akan dirancang merupakan upaya strategis dan sistematis tidak hanya untuk mencapai target penurunan emisi, namun sekaligus menjadi upaya kita membuka peluang akses terhadap pendanaan karbon.” jelas Leonard.

Leonard menegaskan, menjaga kelestarian lingkungan tidak boleh dianggap sebagai hambatan pembangunan. Sebaliknya, hal tersebut harus menjadi modal dasar dan sektor penopang bagi pembangunan berkelanjutan. “Pembangunan ekonomi harus dapat sejalan dan beriringan dengan upaya konservasi,” tambahnya.

Disampaikan pula bahwa FGD ini menjadi wadah untuk menghimpun informasi, saran, dan masukan dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, serta pihak terkait lainnya, khususnya terkait progres penyusunan rencana aksi yang sesuai dengan kebutuhan daerah sekaligus mendukung target nasional. Melalui forum ini, Leonard berharap terbangun koordinasi dan sinergi yang kuat antar pemangku kepentingan. Dengan demikian, Kalimantan Tengah dapat mempercepat pemerataan manfaat ekonomi dari pengelolaan hutan berkelanjutan, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.

Hadir dalam kegiatan tersebut yaitu Kepala Bidang Perekonomian, SDA dan Kerjasama BAPPERIDA Prov. Kalteng Yoyo, Tim Ahli Penyusunan Rencana Aksi REDD+, Perwakilan Damang 14 Kab/Kota, Masyarakat Hukum Adat Yang Memiliki Hutan Adat, Perhutanan Sosial dan NGO/Mitra Pembangunan.

Sumber: https://haikalteng.id/berita/read/7935/fgd-penyusunan-rencana-aksi-redd-reducing-emissions-from-deforestation-and-forest-degradation-prov-kalteng

Lampung Jadi Proyek Percontohan Nasional Pengembangan Nilai Ekonomi Karbon

Provinsi Lampung resmi ditetapkan sebagai lokasi proyek percontohan nasional untuk pengembangan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Perhutanan Sosial.

Hal itu diungkap dalam kegiatan Kick-off Pengenalan Pengembangan Potensi NEK Perhutanan Sosial di Grand Mercure Bandarlampung, Jumat (29/8/2025).

Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela, yang menyampaikan komitmen kuat Pemerintah Provinsi Lampung dalam mendukung pengembangan NEK sebagai strategi pelestarian lingkungan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

Kegiatan ini juga ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar.

Kolaborasi ini menandai sinergi antara sektor kehutanan dan sektor keuangan dalam mendukung pendanaan hijau berbasis masyarakat.

“Alhamdulillah, hari ini kita berkumpul dalam forum yang sangat penting bagi masa depan Lampung, yaitu membicarakan tentang Perhutanan Sosial dan Nilai Ekonomi Karbon,” ujar Wagub Jihan.

Menurutnya, Lampung memiliki kekayaan hutan yang luar biasa dan program Perhutanan Sosial telah menjadi bagian dari filosofi pembangunan daerah.

Ia mencontohkan keberhasilan di kawasan Tahura Wan Abdul Rachman, di mana masyarakat tak hanya menjaga kelestarian hutan, tapi juga menghasilkan madu, kopi, dan mengembangkan ekowisata.

“Dari hutan, lahirlah kesejahteraan,” katanya.

Lampung saat ini telah memiliki sejumlah model sukses pengelolaan hutan berbasis masyarakat, seperti di Lampung Barat, Tanggamus, hingga Lampung Tengah.

Melalui penetapan Lampung sebagai proyek percontohan NEK, pemerintah pusat menilai Lampung layak menjadi motor penggerak kontribusi Indonesia terhadap Paris Agreement, khususnya dalam penurunan emisi gas rumah kaca.

Wagub Jihan menekankan bahwa optimalisasi potensi karbon dari perhutanan sosial memerlukan sinergi lintas sektor.

“Potensi ini hanya bisa dioptimalkan jika ada dukungan nyata, regulasi yang jelas, pendanaan yang memadai, dan pendampingan yang berkelanjutan,” tegasnya.

Ia juga menyebut peran OJK dan lembaga jasa keuangan sangat penting, khususnya dalam penyediaan skema pembiayaan inovatif seperti obligasi hijau atau pinjaman berkelanjutan bagi kelompok tani hutan.

Untuk itu, ia menyampaikan tiga langkah strategis yang perlu dilakukan meliputi meningkatkan literasi masyarakat tentang NEK, memperkuat sinergi pusat-daerah, serta pendampingan teknis yang konsisten agar kelompok tani dapat menyusun dokumen sesuai standar internasional.

Pemerintah Provinsi Lampung, lanjutnya, berkomitmen penuh untuk memetakan potensi sektor kehutanan dan mendukung implementasi NEK.

“Mari kita jadikan Lampung sebagai contoh bagaimana pembangunan manusia dan pelestarian alam bisa berjalan beriringan. Seperti filosofi lokal kita yaitu alam dijaga, hidup sejahtera,” kata Jihan.

Sementara itu, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyampaikan bahwa terdapat delapan area kerja sama antara Kementerian Kehutanan dan OJK.

Namun, yang paling esensial adalah membuka akses permodalan bagi petani hutan yang telah mendapatkan hak kelola melalui skema perhutanan sosial.

“Dengan MoU ini, kita berharap pihak perbankan akan memberikan perhatian khusus kepada para petani hutan yang sudah diberikan akses pengelolaan perhutanan sosial,” ujar Raja Juli.

Raja Juli mengungkapkan hingga saat ini, sudah ada 8,3 juta hektare kawasan hutan di seluruh Indonesia yang telah diberikan akses kelola kepada masyarakat.

Untuk Provinsi Lampung sendiri, saat ini telah diberikan akses pengelolaan seluas 209.395,99 hektare kepada 94.866 Kepala Keluarga (KK), yang tergabung dalam 451 unit Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).

“Kami berharap kerja sama ini bisa mengubah kawasan tersebut menjadi kawasan hutan yang produktif, tetap lestari, dan terjaga dengan baik. Namun tidak kalah penting adalah kesejahteraan masyarakatnya juga terungkit demi mencapai pertumbuhan ekonomi 8% seperti yang dicanangkan oleh Pak Presiden Prabowo Subianto,” katanya.

Sumber: https://www.rmollampung.id/lampung-jadi-proyek-percontohan-nasional-pengembangan-nilai-ekonomi-karbon