Civil Society Resource Organization

Latar

PENABULU CSRO (Civil Society Resource Mobilization) adalah salah satu dari lima Badan Pelaksana di bawah Yayasan Penabulu (empat Badan Pelaksana lainnya adalah: Manajemen Hibah, Jejaring Implementasi, Institut Riset dan Tanggap Bencana), yang secara resmi disahkan pada 27 Januari 2023 berdasarkan akta notaris No. 26 oleh Kokoh Henry, SH, MKn, notaris di Jakarta. Yayasan Penabulu adalah yayasan nirlaba, yang didedikasikan untuk pemberdayaan masyarakat sipil di Indonesia.

Yayasan Penabulu didirikan di Jakarta pada tahun 2002, berdasarkan akta notaris No. 1 pada tanggal 22 Oktober 2003 yang diatur oleh Rita Riana Hutapea, SH, yang telah dikukuhkan oleh keputusan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-435 HT. 01.02.TH 2004, tertanggal 5 Agustus 2004.

Badan Pelaksana Civil Society Resource Organization (CSRO) dibentuk Yayasan Penabulu paling belakangan dengan tujuan menyelaraskan dan mempertautkan seluruh intervensi program dan proyek yang dilaksanakan oleh badan pelaksana Penabulu lainnya dalam kerangka kerja pengelolaan sumber daya organisasi sebagai asset kolektif yang akan didistribusikan, dipertukarkan dan dimodifikasi/diproduksi ulang bagi seluruh elemen masyarakat sipili Indonesia. Pada saat yang bersamaan, unit ini akan bekerja beraliansi dalam memperjuangkan kondisi pemungkin dan ekosistem masyarakat sipil Indonesia yang lebih baik.

Susunan struktur Badan Pelaksana CSRO Yayasan Penabulu adalah sebagai berikut:

Direktur: Dini Andriani
Manajer Program: Ikhwanul Huda
Manajer Keuangan: Dwi Premadha Lestari

Program

Policy Brief
C20 Education, Digitalization and
Civic Space Sub-Working Group

LOKADAYA

Lokadaya merupakan jejaring sumber daya yang diinisiasi oleh 62 OMS dari 34 provinsi di Indonesia. Bertujuan  sebagai ruang untuk saling berbagi pengetahuan dan pembelajaran serta praktik-praktik baik yang dilakukan di tingkat tapak, serta menjadi motor yang mendukung OMS untuk melakukan mobilisasi sumber daya lokal secara kolektif.

CO-EVOLVE

Co-Evolve adalah upaya bertransformasi kolektif yang didukung EU dengan tujuan mendorong keberlanjutan peran dan kontribusi OMS Indonesia, melalui pengembangan platform crowdsourcing, peningkatan kapasitas kelembagaan, advokasi kebijakan pemungkin dan pengembangan jaringan sumber daya nasional.

“Penabulu is a partner in implementing the project strenghtening Indonesia CSOs Capacity and Resilience in response the COVID-19 pandemic. It’s part of three years response in Indonesia. The project aims to build sustainability and resilience among no fewer than 200 CSOs in the 34 provinces of Indonesia, nation wide. The project will equiped with the necessary digital technology and it will help expand the capacity to support citizens, and expecially to strenghten and protection of the vulnerable communities.”

(Palembang, 26 Februari 2021)

Civil Society Resource Organization

Arah dan ukuran keberhasilan pembangunan berkelanjutan masa depan akan sangat ditentukan seberapa besar irisan sinergi dapat dibangun secara kolektif oleh tiga aktor pelaku pembangunan: pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat sipil.

Sektor bisnis secara naluriah akan membawa kepentingan pertumbuhan modal dan kapital, dibawah panji umbul-umbul teori dasar ekonomi: dalam kelangkaan sumber daya, modal sekecil-kecilnya harus mendapatkan pengembalian sebesar-besarnya. Pemerintah yang seharusnya menjadi penjaga kebijakan akan cenderung memilih jalan mudah berpapan petunjuk: ‘pembangunan ekonomi’. Maka, jadilah masyarakat sipil sebagai pilar keseimbangan terakhir yang tersisa.

Model pembangunan yang kini dikembangkan, tidak juga dapat memangkas derasnya pertambahan laju kemiskinan masyarakat secara signifikan. Turbulensi yang kini melanda: krisis sistem keuangan, krisis iklim, krisis energi, air bersih dan pangan dan krisis lainnya (krisis kultural, integrasi, integritas, kepemimpinan) semakin menambah kerentanan masyarakat luas. Jurang kesenjangan sosial makin lama makin lebar dan dalam. Visi kemakmuran bersama bisa jadi telah makin menjauh.

Kemitraan pembangunan dengan sektor masyarakat sipil akan menjadi salah satu kemungkinan utama terciptanya ruang kesetaraan dialog bagi begitu kompleksnya permasalahan dan kondisi yang sesungguhnya kini dihadapi masyarakat.

Ketika kesadaran atas peran masyarakat sipil dalam pembangunan berkelanjutan mulai berkembang menjadi sebuah kebutuhan mutlak, ternyata keberadaan organisasi masyarakat sipil sendiri menyisakan berbagai masalah mendasar: adanya kesenjangan pendanaan kerja jangka panjang, tidak adanya kapasitas yang memadai untuk menjadi pelaku pembangunan secara komprehensif, lemahnya struktur dan kelembagaan pendukung yang mampu menempatkan masyarakat sipil sebagai mitra pembangunan yang setara, minimnya konsolidasi upaya advokasi kebijakan bersama di tingkat lokal maupun nasional dan gagapnya masyarakat sipil memaknai dan menyiapkan ‘keberlanjutan organisasi’.

Keberlanjutan organisasi masyarakat sipil tidak dapat hanya dibangun dengan memupuk sebanyak-banyaknya kapital seperti layaknya sektor korporasi. Tidak sesederhana itu.

Rumusan kunci keberlanjutan organisasi masyarakat sipil di Indonesia harus diletakkan pada minimal dua langkah strategis, yaitu: pertama, sejauh mana organisasi mampu menempatkan diri pada dinamika perubahan lingkungan yang deras terjadi, terus menerus mendorong dirinya berubah dan menemukan ruang-ruang relevansi baru. Untuk itu, organisasi masyarakat sipil harus menjadi organisasi yang dinamis, pembangun kader, pembelajar dan pembaharu. Seharusnya, tidak akan ada kestabilan dan kenyamanan di sana.

Yang kedua adalah sejauh mana organisasi masyarakat sipil mampu mengelola dan memobilisasi sumber dayanya. Mobilisasi sumber daya harus dimulai dari upaya mengelola sebaik-baiknya sumber daya yang sudah dimiliki saat ini, bukan hanya berfokus bagaimana mencari sumber daya baru. Sumber ‘daya’ juga harus dipandang jauh lebih luas daripada hanya sekedar sumber ‘dana’. Begitu banyak sumber daya selain dana, yang hampir-hampir tidak pernah dikelola dan dimobilisasi oleh organisasi masyarakat sipil modern: sumber daya manusia (yang sesungguhnya sampai kapanpun akan menjadi aset terbesar organisasi masyarakat sipil), data-informasi-pengetahuan, teknologi, relawan, komunitas, jaringan serta partisipasi dan keterlibatan publik.

Pemenangan sebuah tujuan jelas membutuhkan sumber daya. Kesetiaan organisasi masyarakat sipil dalam menjaga posisi dan peran penyeimbang dalam kerangka pembangunan berkelanjutan jelas-jelas akan tergantung seberapa besar sumber daya yang dimiliki. Sesungguhnya, kreasi ‘produk’ pengetahuan dan layanan, pengembangan kemitraan kolaboratif dan pelibatan publik secara luas, yang nantinya akan menjadi kunci upaya mobilisasi sumber daya organisasi dalam jangka panjang,

Dalam momentum transformasi organisasi masyarakat sipil di Indonesia yang sedang berlangsung, sejak 2010, mungkin hingga akhir dekade ini ke depan, Yayasan Penabulu telah mendorong dirinya untuk mengambil peran sebagai ‘civil society resource organization’. Sebagai organisasi sumber daya bagi masyarakat sipil di Indonesia, Penabulu akan berusaha sebaik-baiknya memobilisasi, mengelola dan menyalurkan sumber daya dalam bentuk apapun demi mendukung kerja-kerja masyarakat sipil di Indonesia. Penabulu sedapat mungkin akan mengkonversi energi yang diperoleh bagi upaya-upaya penguatan, pemberdayaan dan penjaminan keberlanjutan organisasi masyarakat sipil di seluruh Indonesia. Merubah energi menjadi ruang tumbuh bersama, ruang konsolidasi kekuatan ide, gagasan dan keberpihakan masyarakat sipil di Indonesia, menjadi pemicu dan pemacu tata kelola pembangunan negeri ini yang lebih baik di masa depan.

Civil Society Resources Mobilization (CSRO) merupakan landasan konseptual yang mengedepankan;

  1. Penilaian kebutuhan organisasi dan kapasitas secara menyeluruh termasuk aspek operasional dan aspek strategis organisasi,
  2. Peningkatan kapasitas yang multi-modal,
  3. Penguatan ekosistem OMS,
  4. Mengedepankan M&E dan penilaian dampak,
  5. Mendorong tumbuhnya inovasi dan strategi keberlanjutan kelembagaan dan keuangan melalui dukungan mitra pembangunan,
  6. Rencana penguatan kapasitas yang terencana sejak mula, dan
  7. Pengembangan hubungan antara OMS dan mitra pembangunan.

Sehingga terbangun ekosistem yang tangguh Organisasi dan Jaringan Masyarakat Sipil yang menjadi bagian upaya kontijensi resiliensi Organisasi Masyarakat Sipil sekarang, dan di kemudian hari. Berbekal kata kunci -kolaborasi strategis- CSRO terus memobilisasi segenap bentuk sumber daya yang dimiliki OMS, untuk mengungkit posisi dan peran mereka, sebagai empunya pengetahuan dan keahlian, garda terdepan perubahan yang sedang diupayakan.

Kajian selengkapnya tentang lanskap Civil Society Resources Mobilization (CSRO) di Afrika, Asia, dan Amerika Latin dapat disimak di sini.

Dokumentasi Kegiatan

© 2015 Penabulu Foundation